Oleh: Kepala TU MA
ma.alkhoirot.com: Pondok pesantren Al-Khoirot mempunya simbol “Mondok Sambil Sokolah”. Itu artinya Pondok Pesantren Al-Khoirot lebih menekan belajar kepondokan, “ aguk mondukkah tetembeng sekolah formalah `e pekaddek”, artinya, lebih mendahulukan kepentingan kepondokkan dari pada keformalan. dawuh Al-magfurlah Al-marhum KH. Zainal Ali Suyuthi dimasah hidupnya. Arti dari bahasa Madura yang pernah disampaikan almarhum Kyai Ali ( sapaan akrabnya) tersebut merupakan satu kalimat yg terus dipegang dan dikenang agar santri/ siswa lebih menekankan untuk belajar kepondokan dari pada sekolah formal apabila sekiranya merusak atau menguarangi tatanan jadwal kepondokkan.
Kehadiran sekolah formal ( sekolah dibawah naungan kepemerintahan) MTs dan MA. Al-Khoirot sama sekali tidak mengurangi jadwal kepadatan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), justru bertamabah, justru kahadiranya suatu kesempatan bagi santri sebagai paduan Ilmu alam dan ilmu ke agamaan.
Judul diatas sengaja dibuat untuk menepis isu pernyataan dari pihak yang kurang paham tentang isi kepadatan jadwal kegiatan belajar mengajar di PP. Al-Khoirot ini.
Seyogyanya jika Mayoritas orang beranggapan demikian, karna pada umumnya Pondok Pesantren yang sudah matang KMB dan system pindidikannya, setelah terselenggaranya sekolah formal salah satu diantara kedua lembaga tersebut ada yang terbengkalai. Artinya, siswa lebih berpihak kesalah satu kepentiagan sehingga meninggalkan kepantingan kependidikan yang lain.
Sangat disayangkan jika seseorang membedakan antara ilmu kuniayah ( ilamu alam ) dan ilmu agama. Padahal Prof. Dr. Nur Syam, M.Si (My Official Site) dalam situsnya menulis
“Bahwa sesungguhnya kajian tentang ilmu umum dan agama merupakan kajian yang bisa disapakan atau dipertemukan. Kajian ini bisa saling melengkapi dan menunjang.
Karena itu untuk menjelaskan konsep-konsep kealaman tentu dibutuhkan jasa dua ahli sekaligus, yaitu ahli agama yang memahami tentang konsep-konsep kealaman atau ayat-ayat kauniyah dan disisi lain juga diperlukan ahli ilmu kealaman untuk menjelaskannya dari sisi keilmuannya” . http://nursyam.sunan-ampel.ac.id
Siapakah Jabir Ibnu Hayyan, Al-Kindi, Al-Khawarizmi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina? Mereka adalah bapak kedua setelah ilmuan Yunani Kuno sebelum masehi (SM) yakni penemuan ilmu alam yg hingga saat diakui atau tidak diakui kariyanya senantiyasa diabadikan dan dipelajari oleh siswa-siswi dinegara kita, termasuk generasi anak-anak kita. Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Ghazali, yang terkenal dengan hujjatul Islam (argumentator islam) termasuk pernah mendalami filsafat secara otodidak, terutama pemikiran al Farabi, Ibn Sina Ibn miskawih dan Ikhwan Al Shafa. Baca biografi Imam Ghozali
Pemahaman awam inilah yang sesungguhnya harus dicarikan jalan keluarnya dan bukan tetap pada pendirian bahwa antara ilmu agama dan ilmu umum adalah dua bidang yang tidak saling bertegursapa.
Karena itu pendapat dosen IAIN Sunan Ampel tersebut memerlukan dua ahli, yang sama-sama dibutuhkan pendidikan dipesantren plus sekolah formal.
Karena itu pendapat dosen IAIN Sunan Ampel tersebut memerlukan dua ahli, yang sama-sama dibutuhkan pendidikan dipesantren plus sekolah formal.
Akan tetapi, tidak semuanya Pondok Pesantren yang sudah matang meninggalkan ciri khas kepesantrannya, sekolah formal hanya sebagai tambahan yg harus diwajibkan sebagai penyeibang sarana kehidupan dewasa ini, selebihnya kita limpah-ruwahkankan kepada pesantren.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar